ARTICLE AD BOX
Tahun ini upacara tersebut diselenggarakan pada Rabu (4/12), bertepatan dengan hari suci Buda Kliwon Matal Kajeng Kliwon Enyitan Sasih Kanem. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, pelaksanaan utama upacara dipusatkan di Pantai Kuta.
Menurut Bendesa Adat Kuta Komang Alit Ardana, lokasi di pesisir pantai dipilih untuk mengaturkan upacara sekaligus melaksanakan ritual pakelem, yaitu persembahan suci kepada Dewa Baruna, penguasa lautan. “Kami memohon tirta amerta dan tirta pembersihan dari Sang Hyang Baruna yang juga kita berikan kepada masyarakat kita yang di Kuta,” ujarnya.
Alit menjelaskan, rangkaian kegiatan dimulai pukul 06.00 Wita dengan pengaturan caru atau tawur di perempatan atau Pempetan Agung (Catus Pata) Desa Adat Kuta. Selanjutnya, pelawatan barong dan Ratu Ayu dari berbagai banjar di Desa Adat Kuta mengaturkan tawur di sejumlah lokasi penting. Misalnya pelawatan barong Banjar Pelasa, di wewidangan Banjar Pelasa, Pelawatan Barong Bang, dari Banjar Pemamoran di wewidangan di sisi timur desa adat kuta dan di depan Bale Agung Pura Desa. Selain itu, ada juga Pelawatan Barong Singa, Puri Agung Satria Kaleran, melakukan upacara tawur di perempatan SDN 1 Kuta dan perempatan Jalan Blambangan sisi timur. Kemudian pelawatan Barong Selem Banjar Tegal, melakukan tawur di pertigaan Bunisari dan perempatan Pasar Seni Kuta.
Sedangkan untuk pelawatan Banjar Pande Mas melakukan tawur di pempatan Agung Catus Pata dan di depan Pura Ungan-Ungan, dan terakhir pelawatan Ratu Ayu Barong Landung Banjar Segara melakukan tawur di sisi Selatan tepatnya di Patung Baruna, dan di sisi Timur di depan Wisma Bayu.
Setiap perempatan itu dikatakan Alit dipilih sebagai tempat pelaksanaan karena dipercaya sebagai titik pertemuan energi, di mana unsur-unsur negatif dapat disucikan melalui ritual Nyomia Bhuta Kala. “Tentunya dalam rangkaian upacara tersebut di masing-masing perempatan itu bertujuan untuk Nyomia para Bhuta Kala. Karena perempatan itu kita percayai pertemuan energi dan di sana lah dilakukan upacara tawur untuk menetralisir menyomia kembalikan unsur negatif pada arah masing-masing,” jelas Alit.
Upacara puncak di Pantai Kuta menjadi simbol permohonan kepada Dewa Baruna agar memberikan anugerah kepada masyarakat Kuta. Selain pakelem, dilakukan pula penyebaran tirta suci ke seluruh wilayah desa. Ritual ini bertujuan untuk menetralisir energi negatif, menjaga keseimbangan, serta membersihkan aura buruk di lingkungan masyarakat.
“Kami percaya bahwa laut adalah sumber kehidupan, sehingga penting untuk meminta berkah dari Sang Hyang Baruna. Harapannya, dengan melaksanakan upacara ini, seluruh masyarakat Kuta tetap berada dalam keadaan rahayu dan jagat ini selalu harmoni,” kata Alit.
Tahun ini, pelawatan barong tidak terpusat kembali di Pura Dalem karena pura tersebut tengah dalam tahap renovasi. Setelah selesai mempersembahkan caru di perempatan masing-masing, pelawatan barong kembali ke pawongan atau lokasi asalnya. Namun, Alit menegaskan bahwa Upacara Pemahayu Jagat yang biasanya dilakukan di Pura Dalem, akan tetap menjadi bagian dari tradisi setelah perbaikan selesai.
“Ke depannya kita akan melakukan upacara di Pura Dalem selesai. Karena tentunya upacara yang nanti dilaksanakan di Pura Dalem itu bukan upacara nangluk. Tetapi upacara nangluk itu tetap dilaksanakan di pantai atau pesisir pantai. Cuma yang dilaksanakan di Pura Dalem itu adalah upacara Pemahayu Jagat,” tuturnya.
Upacara Nangluk Merana memiliki arti mendalam, yakni mengusir wabah dan memulihkan keseimbangan alam semesta. Tradisi ini juga menjadi momentum penting bagi masyarakat untuk merefleksikan diri, memperkuat rasa kebersamaan, dan mempersembahkan rasa syukur kepada alam.
“Yang tidak kalah terpenting harapan kami di dalam rangkaian upacara ini, tidak hanya upacara saja yang harus kita fokuskan, tetapi krama harus bersama-sama menjadi satu kesatuan, mesikian, ngilangin pekayun, ngerastiti jagat ini agar selalu tetap dalam keadaan rahayu, rahajeng di dalam menjalani tatanan kehidupan bermasyarakat di Desa Adat Kuta,” harap Alit. 7 ol3