Dukung Sektor Pertanian, OJK Bali Genjot Skema ‘Close Loop’

2 weeks ago 5
ARTICLE AD BOX
“Dengan skema itu petani tidak sendiri tapi sebagai satu kelompok, dilindungi asuransi pertanian hingga ada offtaker (pembeli hasil pertanian),” kata Kepala OJK Bali Kristrianti Puji Rahayu di Denpasar, Jumat (18/10) seperti dilansir Antara.

Dia mengharapkan BUMD atau perusahaan umum daerah (perumda) di Bali diarahkan menjadi offtaker yang menyerap hasil pertanian, sehingga memberikan kepastian kepada para petani. 

OJK, kata dia, melalui Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) Provinsi Bali sudah memiliki beberapa percontohan close loop, di antaranya pertanian kakao di Kabupaten Jembrana yang melibatkan kelompok tani, perbankan, koperasi. Begitu juga, skema serupa juga diterapkan di Kabupaten Tabanan untuk komoditas padi dengan varietas mentik susu.

Kehadiran kemitraan hulu hilir termasuk adanya offtaker itu juga diharapkan menumbuhkan minat lembaga jasa keuangan untuk menyalurkan pembiayaan khususnya kepada kelompok petani, termasuk melalui skema Kredit Pembiayaan Sektor Prioritas (KPSP). 

Harapannya, sektor pertanian dapat berkembang dan menjadi tumpuan selain sektor pariwisata khususnya di sektor akomodasi, makan dan minum yang selama mendominasi penyerapan realisasi kredit.

Langkah tersebut tercermin dari perbaikan indeks nilai tukar petani (NTP) di Bali pada September 2024 mencapai 98,36 atau naik 0,06 persen dibandingkan kondisi bulan sebelumnya, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali. NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di pedesaan.

Berdasarkan data OJK Bali selama periode Januari-Agustus 2024, jumlah realisasi kredit di Pulau Dewata mencapai Rp110,17 triliun atau naik 8 persen jika dibandingkan periode sama 2023. Dari realisasi kredit itu, komposisi kredit pertanian mencapai 5,34 persen dengan penyaluran mencapai Rp 5,88 triliun yang tercatat tumbuh 12,41 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.

Penyaluran kredit paling besar mencapai 34 persen adalah kredit konsumtif, kemudian sebesar 29,40 persen adalah kredit sektor perdagangan besar dan eceran dan 11,24 persen diserap sektor akomodasi, makan dan minum. 7 ant
Read Entire Article