ARTICLE AD BOX
Dialog ini menghadirkan tiga pembicara utama yaitu Irene Manibuy dari Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP), Pascal Norotouw, tokoh muda Papua, serta Dr. Lenis Kogoya dari Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Papua. Ketiganya berbagi pandangan mengenai perkembangan kebijakan luar negeri Indonesia, khususnya dalam memajukan pembangunan inklusif di Papua.
Duta Besar RI untuk Australia, Dr. Siswo Pramono, menyoroti pentingnya dialog ini. Dubes Siswo menekankan bahwa forum ini menghadirkan sosok-sosok asli Papua yang lahir, besar, dan kini menjadi pemimpin dalam memajukan tanah Papua.
“Ini menandai era baru kebijakan luar negeri Indonesia di Pasifik Selatan, yang menunjukkan komitmen kita terhadap pembangunan dan kolaborasi,” ujarnya.
Sementara, Staff Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP), Irene Manibuy memaparkan kemajuan signifikan yang dicapai di Papua, khususnya terkait Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang terus meningkat berkat implementasi Otonomi Khusus. Ia juga menyoroti “Visi Emas Papua 2041”, sebuah peta jalan yang selaras dengan “Visi Indonesia Emas 2045”.
“Melalui upaya terkoordinasi antara pemerintah pusat dan enam provinsi di Papua, kami mendorong pertumbuhan ekonomi, pengembangan sumber daya manusia, serta akses kesehatan dan pendidikan,” jelasnya.
Selaras dengan hal tersebut, salah satu tokoh muda asal Papua, Pascal Norotouw menambahkan pentingnya peran aktif generasi muda Papua. Dia menilai, komitmen pemerintah terlihat jelas melalui program beasiswa yang diberikan kepada ribuan pemuda Papua, baik di dalam negeri maupun luar negeri.
“Ini menunjukkan perhatian besar pemerintah pusat terhadap kemajuan masyarakat Papua,” katanya.
Duta Besar RI untuk Australia, Dr. Siswo Pramono, menyoroti pentingnya dialog ini. Dubes Siswo menekankan bahwa forum ini menghadirkan sosok-sosok asli Papua yang lahir, besar, dan kini menjadi pemimpin dalam memajukan tanah Papua.
“Ini menandai era baru kebijakan luar negeri Indonesia di Pasifik Selatan, yang menunjukkan komitmen kita terhadap pembangunan dan kolaborasi,” ujarnya.
Sementara, Staff Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP), Irene Manibuy memaparkan kemajuan signifikan yang dicapai di Papua, khususnya terkait Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang terus meningkat berkat implementasi Otonomi Khusus. Ia juga menyoroti “Visi Emas Papua 2041”, sebuah peta jalan yang selaras dengan “Visi Indonesia Emas 2045”.
“Melalui upaya terkoordinasi antara pemerintah pusat dan enam provinsi di Papua, kami mendorong pertumbuhan ekonomi, pengembangan sumber daya manusia, serta akses kesehatan dan pendidikan,” jelasnya.
Selaras dengan hal tersebut, salah satu tokoh muda asal Papua, Pascal Norotouw menambahkan pentingnya peran aktif generasi muda Papua. Dia menilai, komitmen pemerintah terlihat jelas melalui program beasiswa yang diberikan kepada ribuan pemuda Papua, baik di dalam negeri maupun luar negeri.
“Ini menunjukkan perhatian besar pemerintah pusat terhadap kemajuan masyarakat Papua,” katanya.
Sementara, Dr. Lenis Kogoya, yang mewakili Lembaga Masyarakat Adat, menjelaskan bahwa ia hadir untuk meluruskan berbagai miskonsepsi tentang isu hak asasi manusia dan lingkungan di Papua. Ia menyatakan bahwa mereka datang untuk menyampaikan kebenaran mengenai kondisi nyata di Papua.
Lenis juga menekankan bahwa opini publik, baik di dalam maupun luar negeri, sering kali terpengaruh oleh hoaks yang tidak berdasar. Ia berharap forum yang dihadiri dapat menjadi wadah untuk mengklarifikasi situasi sebenarnya di Papua. Dr. Kogoya juga menyoroti bahwa banyak narasi yang disebarkan oleh pihak-pihak yang tidak pernah tinggal di Papua sering kali tidak mencerminkan realitas.
“Dukungan dari banyak suku Papua terhadap inisiatif pembangunan yang sedang berjalan tidak dapat disangkal,” katanya, sambil mengajak komunitas internasional untuk mengandalkan informasi yang terverifikasi.
Sesi tanya-jawab yang hidup menambah semarak acara ini, dengan peserta dari berbagai latar belakang, termasuk akademisi dan organisasi gereja di Canberra. Acara ini juga mendapatkan dukungan dari dua PPI utama di Canberra, yakni PPI Australian National University (ANU) yang diwakili oleh Allan Dwi Pranata selaku presiden, Alfin Basundoro selaku Menteri Riset dan Kajian Strategis, Zithny Prihastopo selaku Menteri Komunikasi dan Informasi, serta Hilman Hafizhan selaku Menteri Agenda Khusus dan Keterlibatan Publik. PPI Australian Capital Territory yang diwakili oleh Dio Ashar Wicaksono dan Dimas Irham Rabbani juga hadir mendukung jalannya acara. Mereka antusias mendalami topik-topik seperti pemberdayaan komunitas adat, perkembangan akses ekonomi hingga praktik keberlanjutan lingkungan di Papua.
Dalam penutupan, Dubes Pramono merefleksikan dampak forum ini. “Banyak peserta mengungkapkan bahwa mereka sebelumnya menerima informasi keliru dari sumber yang tidak terverifikasi. Forum ini menjadi wadah yang sangat bernilai untuk meluruskan hal tersebut secara langsung,” pungkasnya.
Acara ditutup dengan demonstrasi budaya, di mana para tamu menikmati kuliner khas Papua seperti Papeda serta mencicipi kopi Papua yang terkenal penutup sempurna untuk hari yang berfokus pada kekayaan dan potensi masa depan Papua. Melalui forum-forum seperti ini, Indonesia terus menunjukkan dedikasinya terhadap pembangunan Papua, sekaligus menggarisbawahi komitmen untuk mewujudkan kesejahteraan bersama di Pasifik Selatan. *ol3
Acara ditutup dengan demonstrasi budaya, di mana para tamu menikmati kuliner khas Papua seperti Papeda serta mencicipi kopi Papua yang terkenal penutup sempurna untuk hari yang berfokus pada kekayaan dan potensi masa depan Papua. Melalui forum-forum seperti ini, Indonesia terus menunjukkan dedikasinya terhadap pembangunan Papua, sekaligus menggarisbawahi komitmen untuk mewujudkan kesejahteraan bersama di Pasifik Selatan. *ol3