ARTICLE AD BOX
Sebelum dilaksanakan prosesi Mecaru, terlebih dahulu dilaksanakan Napak Pertiwi atau Mepajarr pada pukul 20.00 WITA. Kemudian tepat pukul 00.00 WITA, sebagai tanda peralihan sasih kalima ke kaenem, prosesi Mecaru berlangsung di perempatan Jalan Sedap Malam, Denpasar Timur sebelah utara Pura Ibu yang terletak di lingkungan Gumi Kebonkuri Kesiman.
I Wayan Wiranata, selaku pangeling (penasihat) Gumi Kebonkuri, menjelaskan bahwa ritual ini rutin dilaksanakan setiap tahun untuk menghaturkan Bhuta Yadnya kepada Rencang Ida Bhatara yang berwujud Bhuta Bhuti.
"Tradisi ini merupakan wujud persembahan kami kepada rencang-rencang Ida Bhatara. Ritual Mecaru Sasih Kaenem bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara baik dan buruk, serta sebagai bentuk penetralisir dan penyeimbang Bhuana Agung (alam semesta), khususnya pada masa peralihan musim dari kemarau ke musim hujan," jelasnya.
Fokus Pada Bhuta Yadnya
Wiranata menambahkan, tradisi Mecaru Sasih Kaenem memiliki perbedaan mendasar dengan prosesi Anggar Kasih Tambir, yang dilakukan setiap enam bulan sekali. "Anggar Kasih Tambir lebih berfokus pada Dewa Yadnya, yaitu penyucian Ida Sesuhunan atau Ida Bhatara. Sementara itu, Mecaru Sasih Kaenem lebih menitikberatkan pada Bhuta Yadnya, untuk mencegah wabah penyakit dan menghindarkan masyarakat dari gangguan yang bersifat sekala maupun niskala," paparnya.
Menurut kepercayaan umat Hindu, Sasih Kaenem dianggap sebagai masa turunnya Bhuta Bhuti ke bumi, yang berpotensi mengganggu kehidupan manusia. Hal ini dimaknai sebagai pengingat agar umat manusia tidak melupakan Swadharma dan kewajiban menjalankan yadnya.
Persiapan upacara Mecaru Sasih Kaenem di Gumi Kebonkuri Kesiman telah dilakukan sejak tiga hingga empat hari sebelumnya oleh krama dari empat banjar di wilayah tersebut. Banten, Sanggah Cucuk, dan sarana upakara lainnya dipersiapkan dengan cermat untuk ritual yang digelar pada pukul 00.00 WITA, tepat saat pergantian dari Tilem Kalima ke Sasih Kaenem.
"Kami berharap kesehatan dan keteguhan hati krama tetap terjaga dalam melaksanakan yadnya. Hal ini penting, mengingat zaman sekarang banyak yang mulai menjauh dari tradisi leluhur," kata Wiranata.
Ia juga menyebutkan bahwa tahun 2024 merupakan tahun yang penuh tantangan. "Setelah pemilu dan tradisi Mepeed Anggar Kasih Tambir berjalan lancar, kami berharap pelaksanaan Mecaru Nangluk Merana kali ini dapat memberikan keseimbangan dan keberkahan bagi masyarakat Gumi Kebonkuri," tutupnya.
Tradisi Mecaru Sasih Kaenem ini menjadi salah satu wujud nyata komitmen masyarakat Bali dalam menjaga harmonisasi antara manusia, alam, dan Tuhan sesuai dengan konsep Tri Hita Karana. *m03