Warning: session_start(): open(/home/indonesiainsight/public_html/src/var/sessions/sess_60aea29412001d3e99ab1eea0a8fe375, O_RDWR) failed: No space left on device (28) in /home/indonesiainsight/public_html/src/bootstrap.php on line 59

Warning: session_start(): Failed to read session data: files (path: /home/indonesiainsight/public_html/src/var/sessions) in /home/indonesiainsight/public_html/src/bootstrap.php on line 59
Pemprov Larang Pementasan Joged Jaruh - Berita Eklusif

Pemprov Larang Pementasan Joged Jaruh

1 month ago 3
ARTICLE AD BOX
DENPASAR, NusaBali 
Berpijak pada Ilikita (peraturan) Majelis Kebudayaan Bali (MKB) Nomor 01/X/MKB/2024 Tanggal 21 Oktober 2024, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali resmi mengeluarkan langkah tegas untuk melindungi budaya Bali dari pengaruh negatif Joged Bumbung jaruh. Pemprov Bali telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 18 Tahun 2024 tentang Tari Tradisi Joged Bumbung Jaruh bertanggal 22 Oktober 2024. 

Surat edaran dan ilikita mengatur tata pertunjukan, busana, serta melarang pementasan dan tayangan Joged Bumbung jaruh di media sosial. “Jadi jelas mana yang boleh mana yang tidak boleh,” ujar Kepala Dinas Kebudayaan Bali, I Gede Arya Sugiartha kepada NusaBali, Jumat (15/11). Joged Bumbung adalah tari pergaulan yang populer di Bali dan dikenal sebagai seni hiburan yang memiliki nilai sosial dan estetika tinggi, sehingga sangat digemari baik oleh masyarakat Bali maupun wisatawan yang berkunjung ke Bali. 

Tarian ini biasanya ditampilkan dengan busana sederhana seperti kain songket atau perada, kebaya, gelungan (hiasan kepala), dan selendang, serta menggunakan kipas sebagai properti. Sebagai sebuah seni tradisi, Tari Joged Bumbung memiliki pakem berupa koreografi dan gerak tari yang memancarkan romantika keindahan. Namun, dalam perkembangannya banyak penari Joged yang melakukan inovasi terhadap gerak-gerak pakem yang memberi kesan tidak senonoh dan mengeksploitasi tubuh dengan aksi seksual atau porno aksi. 

Hal ini bertentangan dengan kaidah tarian Bali yang berunsurkan logika, etika, dan estetika agama Hindu atau sering disebut sebagai siwam (kesucian, logika), satyam (kebenaran, etika), dan sundaram (keindahan, estetika), sehingga menodai harkat dan martabat kesenian Bali. Pemerintah Provinsi Bali dan Majelis Kebudayaan Bali menilai Joged Bumbung jaruh melanggar nilai-nilai budaya Bali. Aksi-aksi yang dianggap porno dan provokatif ini merusak kesakralan Joged Bumbung asli dan mengakibatkan keresahan masyarakat. 

Penyebaran video Joged jaruh di media sosial juga memperburuk citra budaya Bali di mata publik. Ilikita dari Majelis Kebudayaan Bali yang ditandatangani oleh Prof Dr I Made Bandem MA, selaku Saba Pemutus Majelis Kebudayaan Bali Tingkat Provinsi Bali, menegaskan bahwa Joged Bumbung jaruh tidak memenuhi standar kepatutan budaya dan harus dihentikan.

Arya Sugiartha menyebut larangan mulai berlaku sejak diterbitkannya Surat Edaran Gubernur Bali pada 22 Oktober 2024 yang berlaku untuk seluruh Bali. Pementasan dan tayangan joged bumbung jaruh dilarang tampil baik di panggung, acara publik, maupun media sosial. “Sekarang sudah jelas kalau ada penertiban, 

Satpol PP menghentikan sebuah pertunjukan joged jaruh sudah ada dasar hukumnya,” jelas mantan Rektor ISI Denpasar ini. 

Lebih lanjut, untuk mengimplementasikan larangan ini, Majelis Kebudayaan Bali bersama dengan Pemerintah Provinsi Bali akan melakukan penertiban secara terkoordinasi. Hal ini meliputi pelarangan pementasan Joged jaruh di seluruh wilayah Bali serta menghapus semua tayangan Joged jaruh dari media sosial. Langkah tegas ini dilakukan agar budaya Bali terlindungi dan tetap menjadi ikon yang bernilai luhur.

“Nanti akan ada semacam pembinaan, bekerja sama dengan desa adat, pecalang, menegur kalau ada pementasan Joged jaruh. Kita juga akan menghapus video-video di media sosial bekerja sama dengan Diskominfos,” kata seniman karawitan ini. Dengan adanya larangan ini, masyarakat Bali diharapkan dapat menjaga citra positif Joged Bumbung sebagai warisan budaya yang memiliki nilai sosial tinggi dan menggambarkan keindahan serta kesantunan adat Bali. Kebijakan kali ini diharapkan dapat mencegah pengaruh negatif yang bisa merusak moral masyarakat dan citra Bali sebagai pusat budaya. “Supaya ada gerakan masif, sama-sama kita. Kalau pemerintah saja tidak bisa,” tandas Arya Sugiartha. 7 
Read Entire Article