ARTICLE AD BOX
Instalasi paus raksasa dengan panjang 30 meter, lebar 12 meter, dan tinggi 9 meter, menjadi simbol eksplorasi potensi maritim Nusantara sekaligus pesan mendalam tentang pelestarian laut.
Makna instalasi ini juga berakar pada sejarah dan budaya lokal. Patung paus pink raksasa tersebut tidak hanya mencerminkan keindahan seni rupa modern, tetapi juga menjadi penghormatan atas peristiwa Ulam Agung, di mana paus suci pernah terdampar di wilayah Tabanan ratusan tahun silam. Melalui karya ini, Arkiv ingin menggugah kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga ekosistem laut yang menjadi sumber kehidupan dan kekayaan budaya.
Tidak hanya menonjolkan estetika visual, ‘Widya Segara’ juga membawa misi edukasi tentang perlindungan laut. Instalasi paus raksasa ini mengingatkan pengunjung akan ancaman kerusakan ekosistem laut, terutama akibat pencemaran plastik. Arkiv menekankan pentingnya keterlibatan seni dalam membangun kesadaran masyarakat tentang isu-isu lingkungan. “Melalui karya ini, saya ingin menyampaikan pesan bahwa laut adalah sumber kehidupan yang harus kita jaga bersama,” ujar Arkiv Vilmansa.
Bertepatan dengan peringatan HUT ke–531 Kota Singasana Tabanan, Widya Segara juga diramaikan oleh pertunjukan seni lokal, seperti tarian dan musik tradisional Bali. Salah satu yang mencuri perhatian adalah pertunjukan tek-tekan nangluk merana asal Desa Adat Kediri, yang menghidupkan suasana dengan nilai-nilai tradisional khas Bali.
Hadir dalam acara ini Bupati Tabanan I Komang Gede Sanjaya, jajaran Polres Tabanan, Dinas Pariwisata, pengelola Daya Tarik Wisata (DTW) Tanah Lot, serta sejumlah undangan lainnya. Proyek ini digagas oleh E-Motion Entertainment, perusahaan yang berpengalaman di industri kreatif, bekerja sama dengan Arkiv Vilmansa dan Galeri Zen1 untuk menciptakan perayaan seni, budaya, dan alam yang penuh warna.
Owner Galeri Zen1 Nicolaus Kuswanto, menjelaskan bahwa acara ini membawa pesan mendalam dari Arkiv Vilmansa, seorang seniman Indonesia yang telah menorehkan karya bertaraf internasional. “Arkiv telah berkarya di berbagai belahan dunia, dan koleksi-koleksinya sudah dimiliki oleh museum serta kolektor internasional. Melalui Widya Segara, dia ingin kembali berkarya dengan ikon-ikon Indonesia, khususnya biota laut, dimulai dengan paus. Paus dipilih karena ia adalah makhluk besar, mulia, dan simbol penting bagaimana manusia harus belajar serta tunduk kepada alam,” ujarnya.
Harapan besar juga diutarakan oleh Galeri Zen1. “Kami berharap pesan seni ini dapat dilihat sebagai perpaduan ideal antara sesuatu yang modern dengan budaya tradisional yang kuat. Seni rupa kontemporer seperti ini juga menjadi tren dan kebutuhan generasi muda, sekaligus melestarikan pesan-pesan penting bagi seniman masa depan,” kata Nicolaus.
Sementara itu, Kurator Rizki Zaelani menjelaskan bahwa proyek ini adalah bagian dari rangkaian pameran seni yang dimulai di Bali, melibatkan dua lokasi, Tanah Lot dan Jimbaran, sebelum akhirnya karya seni rupa tiga dimensi ini dibawa ke Jakarta untuk pameran nasional. “Di Tanah Lot, karya ini hadir dengan konteks pariwisata budaya yang kuat, sementara di Jimbaran, nuansa modern lebih terasa karena masyarakatnya yang lebih bercampur. Ini menunjukkan perbedaan karakter masyarakat di kedua lokasi, yang kemudian dirangkai menjadi satu narasi besar tentang pentingnya laut dan budaya Indonesia,” ucap Rizki.
Dia juga memaparkan, Arkiv memilih paus sebagai simbol karena mamalia laut terbesar ini melambangkan kebesaran, ketulusan, dan keharmonisan. “Paus dipilih bukan hanya karena ukurannya, tetapi juga karena sifatnya yang mulia. Ini menjadi metafora bahwa manusia sebagai makhluk kecil harus belajar dari kebesaran laut dan alam. Pilihan warna pink juga sangat menarik, selain menjadi warna populer dalam seni kontemporer, di Bali, pink memiliki makna spiritual sebagai yaitu dadu (halus/standard). Selain itu warna pink juga ditempatkan di Tenggara lambang Tuhan Yang Maha Esa dalam manifestasi Maheswara,” jelas Rizki.
Bali dipilih sebagai lokasi pertama karena daya tariknya sebagai destinasi budaya dunia, sekaligus tempat dengan tradisi kuat yang menjaga harmoni antara manusia dan alam. “Bali mengajarkan keseimbangan. Penempatan instalasi ini di Tanah Lot sebagai lokasi yang memiliki hubungan antara pertemuan sungai dan laut menjadi simbol kuat untuk pesan ini. Alam itu besar dan memiliki kebijaksanaannya sendiri, bahkan lebih besar dari manusia,” tambah Rizki.
Proyek ini juga menggarisbawahi pentingnya laut dalam kosmologi Bali. Paus dihadirkan sebagai ‘duta’ yang menyampaikan pesan bahwa laut adalah sumber kebijakan dan keseimbangan. “Laut tidak hanya mencerminkan pencemaran yang terjadi, tetapi juga memiliki kemampuan untuk memulihkan dirinya sendiri. Dari laut, kita bisa belajar tentang kesederhanaan, kebesaran, dan keterhubungan segalanya,” kata Rizki.
Bupati Tabanan I Komang Gede Sanjaya mengapresiasi acara ini sebagai rangkaian dari HUT Kota Singasana. Dia menjelaskan pentingnya ikan paus dalam tradisi dan budaya masyarakat Bali.
“Ikan paus ini sangat disakralkan. Kalau sama tetua disebut sebagai Be Ulam Agung. Kata ‘agung’ berarti besar. Kalau ada ikan paus terdampar di Bali biasanya akan diselamatkan dan dijaga betul dan dikubur, diupacarai, disembahyangi, karena salah satu biota laut yang dikeramatkan oleh orang Bali,” tuturnya.
Untuk diketahui, setelah dipamerkan di Tanah Lot, instalasi ini akan melanjutkan perjalanannya ke berbagai lokasi. Pada Desember 2024, karya ini akan hadir di Locca Sea House, Badung, sebelum dipamerkan di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, pada Februari 2025. Setiap lokasi akan menghadirkan pengalaman berbeda, dengan latar belakang keindahan alam dan konteks budaya yang beragam. 7 cr79