Warning: session_start(): open(/home/indonesiainsight/public_html/src/var/sessions/sess_5daa56c6114c1bd387c693c8f108da2d, O_RDWR) failed: No space left on device (28) in /home/indonesiainsight/public_html/src/bootstrap.php on line 59

Warning: session_start(): Failed to read session data: files (path: /home/indonesiainsight/public_html/src/var/sessions) in /home/indonesiainsight/public_html/src/bootstrap.php on line 59
Piodalan: Wujud Simbiosis Mutualisme Umat Hindu - Berita Eklusif

Piodalan: Wujud Simbiosis Mutualisme Umat Hindu

1 month ago 3
ARTICLE AD BOX
Berasal dari kata ‘wedal’ yang berarti keluar atau lahir. Sehingga, piodalan atau odalan dimaknai sebagai hari peringatan berdirinya sebuah bangunan suci atau pura. Peringatan atau piodalan yang dirayakan oleh Umat Hindu di Bali juga kerap disebut dengan istilah pujawali, petoyan, atau petirtaan. 

Piodalan merupakan bentuk persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa beserta seluruh manifestasinya. Piodalan sangat berkaitan dengan ajaran Agama Hindu yang berlandaskan dengan Tri Hita Karana (ajaran Hindu yang mengajarkan manusia untuk menjaga hubungan harmonis dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam lingkungan). Ritual ini bertujuan untuk menjaga keharmonisan antara manusia dengan Sang Pencipta (Ida Sang Hyang Widhi Wasa), manusia dengan alam lingkungan, dan manusia dengan manusia. Upacara Piodalan juga berkaitan dengan Tri Rna (tiga utang yang dimiliki manusia sejak lahir menurut ajaran Hindu), berlandaskan Panca Yadnya (lima persembahan suci yang dilakukan oleh Umat Hindu) yang merupakan kewajiban bagi setiap Umat Hindu untuk menjalankannya. Kalau kita simak sloka Bhagawadgita, III.11, yang berbunyi :
Devan bhavayata nena
Te deva bhavayantu vah
Parasparam bhavayantah
Sreyah para avap syatha
Terjemahan :
Dengan ini (Yadnya) kamu berbhakti kepada Hyang Widhi dan dengan ini pula para Dewa (Hyang Widhi) memelihara dan mengasihi kamu, jadi dengan saling memelihara satu sama lain, kamu akan mencapai kebaikan yang maha tinggi.

Dari sloka tersebut, kita dapat uraikan bahwa sesungguhnya upacara Dewa Yadnya merupakan persembahan sebagai wujud bhakti manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan berbagai manifestasinya. Bhakti itu diwujudkan untuk mengucapkan atau menyampaikan rasa terima kasih melalui sarana upakara-upakara. Maka dengan jelas diisyaratkan kepada kita betapa pentingnya dan sangatlah mulianya makna yang terkandung dalam pelaksanaan Dewa Yadnya tersebut.

Konsep ritual Hindu sebenarnya berkontribusi terhadap perekonomian yang ada di masyarakat atau dengan kata lain ikut berkontribusi terhadap perputaran perekonomian masyarakat, atau yang disebut sebagai konsep “Cakra Yadnya” (konsep yang berarti saling memelihara dan memutar roda ekonomi untuk kesejahteraan rakyat). 

Masyarakat membeli produk lokal sebagai sarana upacara yadnya, maka diyakini memberikan multipel efek bagi perekonomian. Inilah yang dimaksudkan perputaran Cakra Yadnya. Semua sarana yang dibeli dan digunakan akan sangat membantu petani maupun pengusaha sarana upakara di Bali. Yadnya yang berkualitas tentunya memerlukan sarana upakara yang berkualitas pula. Komponen upakara yadnya tersebut secara alamiah berasal dari alam lingkungan, baik itu hewan maupun tumbuhan. Dari sinilah kemudian roda perekonomian itu berputar secara terintegrasi dan saling menguntungkan satu sama lainnya. (Giri, dkk, 2022: 182)

Yadnya yang dilaksanakan akan mendorong manusia untuk menjaga kelestarian alam semesta. Karena banyaknya permintaan, petani akan secara berkelanjutan menanam seperti pisang, kelapa, bunga, dll, begitupula dengan peternak akan berkelanjutan memelihara : ayam, bebek, babi, dll sebagai sarana upakara yadnya.

Sektor peternakan hewan untuk upakara yadnya juga tetap diminati, seperti ayam Ras Bali, bebek, babi, dan lain sebagainya. Dengan dilaksanakannya yadnya secara kontinu tentunya juga pedagang atau pengusaha dibidang bahan upakara yadnya akan mendapatkan berkah karena banyaknya pesanan. Umat Hindu yang lekat dengan kesibukan di dunia kerja secara realitas kebanyakan tidak sempat memproduksi bahan sarana prasarana upacara keagamaan akan terbantu dengan membelinya pada masyarakat yang produktif dan aktif bergerak dalam dunia pertanian, perkebunan, peternakan, atau usaha jual beli bahan pokok sarana upakara keagamaan

Di sisi lain, pengusaha kuliner yang juga ikut mendapatkan “cipratan berkah” dalam pelaksanaan yadnya khususnya upacara piodalan. Hal ini bisa kita lihat dari upacara piodalan mulai dari tingkat pura Kahyangan Tiga di desa adat sampai dengan Pura Kahyangan Jagat dan Dang Kahyangan akan turut diramaikan oleh hadirnya para pedagang makanan maupun minuman yang ramai dikunjungi oleh Pamedek (Umat Hindu yang sembahyang ke pura)

Kondisi inilah yang disebut pemberdayaan ekonomi umat secara gotong royong, saling menguntungkan, dan saling menguatkan satu sama lain. Pendidikan ekonomi secara tidak langsung akan terjadi karena masyarakat dilatih untuk saling membutuhkan dan mensejahterakan satu sama lain. Hal ini sesuai pula dengan pelaksanaan konsep Catur Purusa Artha (ajaran Hindu yang menjelaskan empat tujuan hidup manusia), dimana Artha dipergunakan berlandaskan dharma yang pada nantinya akan membawa kita pada kebaikan hidup bersama. 
Read Entire Article