ARTICLE AD BOX
I Dewa Gede Piadnya, selaku Kelian Banjar Adat Lebih Beten Kelod sekaligus Manggala Karya Pura Tanah Putih, menjelaskan bahwa upacara ini bertujuan untuk mencapai keseimbangan antara Bhuana Alit (mikrokosmos) dan Bhuana Agung (makrokosmos).
“Secara sakala, kegiatan ini mempererat gotong royong dan menciptakan rasa cinta kasih di antara Krama (warga). Secara niskala, kita berharap mampu menguatkan energi positif bagi alam semesta serta memohon keselamatan dan kesejahteraan bagi seluruh umat,” ujar Dewa Gede Piadnya.
Pura Tanah Putih merupakan salah satu pura penting dalam struktur Parahyangan Desa Adat Lebih yang tergabung dalam Catur Lawa. Di Desa Adat Lebih, terdapat 18 pura, yang terdiri dari 14 pura sungsungan desa adat dan 4 pura penyiwian di bawah tanggung jawab pasemetonan, antara lain Pura Pulasari dan Pasek Gelgel.
Lebih lanjut, Dewa Gede Piadnya menjelaskan bahwa Pura Tanah Putih sendiri termasuk dalam Catur Lawa dan melinggih Dewa Iswara, bersama dengan Pura Cemeng (Dewa Wisnu), Pura Lembeng (Dewa Brahma), dan Pura Segara (Sang Hyang Baruna). Parahyangan di Desa Adat Lebih juga meliputi Pura Candi Agung (Dang Kahyangan) dan Kahyangan Tiga (Pura Desa, Puseh, dan Dalem).
Upacara ini diawali dengan berbagai tahapan ritual, mulai dari nyikut atau nyukad (pengukuran), pecaruan manca warna, hingga upacara mupuk pedagingan dan ngenteg linggih. Pada puncak acara, para krama juga melaksanakan upacara mepada agung dan pemelastian untuk menghantarkan tirta suci ke berbagai Pura Dang Kahyangan dan Sad Kahyangan di Bali.
Prosesi ini dihadiri oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Gianyar, Ketua DPRD Gianyar, Kapolsek Gianyar, Kapolres Gianyar, panglingsir Puri Ubud, serta Camat Gianyar. "Para undangan ini hadir sebagai upasaksi atau saksi, untuk menunjukkan bahwa kami melaksanakan yadnya sesuai ajaran agama dan sastra,” kata Dewa Gede Piadnya.
Dengan anggaran sebesar Rp3 miliar, karya ini merupakan yang pertama kali diadakan oleh Pura Tanah Putih, setelah sempat ditunda pada 2021 karena pandemi COVID-19. “Kami memohon maaf dan ampunan kepada Ida Bhatara atas penundaan tersebut,” tambah Dewa Gede Piadnya. Ia juga berharap bahwa upacara ini mampu membawa kesejahteraan dan keamanan, tidak hanya bagi masyarakat Lebih tetapi juga bagi seluruh umat Hindu di Bali.
"Semoga tidak ada lagi perselisihan, bencana, atau musibah. Kami berharap masyarakat bisa hidup dalam keadaan sehat, selamat, dan rahayu. Karya ini juga diharapkan semakin menguatkan desa adat dan menjadikan agama lebih kokoh dan ajeg,” ungkap Dewa Gede Piadnya.