Status Jamkrida Berubah

1 week ago 5
ARTICLE AD BOX
DENPASAR, NusaBali
Fraksi-fraksi DPRD Provinsi Bali menyatakan dukungannya terhadap usulan eksekutif ( Pemprov Bali) untuk perubahan status PT (Perseroan Terbatas) Jamkrida Bali Mandara menjadi Perseroan Daerah (Perseroda). Seluruh fraksi menyatakan sepakat yang dituangkan dalam pandangan umum di sidang paripurna di Gedung Dewan, Niti Mandala Denpasar, Senin (28/20).

Sidang paripurna dipimpin Ketua DPRD Bali (Fraksi PDIP) Dewa Made Mahayadnya didampingi Wakil Ketua I dari Fraksi Gerindra, I Wayan Disel Astawa, Wakil Ketua II dari Fraksi Golkar, Ida Gede Komang Kresnabudi dan Wakil Ketua III dari Fraksi Demokrat Komang Nova Sewi Putra. Sementara dari eksekutif hadir Pj Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya dan Sekda Bali Dewa Made Indra.

Fraksi PDIP melalui juru bicara I Made Rai Warsa mengungkap perubahan status hukum PT Jamkrida ke PT Perseroda merupakan adaptasi terhadap perubahan regulasi yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). “Kami sepakat, karena perubahan ini diperlukan untuk menguatkan status hukum PT Jamkrida Bali Mandara, menyesuaikan dengan standar yang berlaku untuk BUMD,” ujar politisi yang mantan wartawan ini.

Pendirian PT Jamkrida Bali Mandara sendiri telah diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2010. Sejak RUPS Luar Biasa pada 5 April 2021, perusahaan ini resmi berubah status menjadi Perseroda Jamkrida Bali Mandara dan telah disahkan dengan Keputusan Menteri Hukum dan HAM pada 22 April 2021. Menurut Warsa, perubahan Perda ini akan memperkuat perubahan status yang telah diterapkan melalui keputusan RUPS Luar Biasa tersebut.

Selain memberikan dukungan, PDIP juga mempertanyakan nilai kepentingan Non-Pengendali yang tercatat dalam laporan keuangan PT. Jamkrida Bali Mandara pada tahun 2023 sebesar Rp 9,918 miliar. Hal ini muncul akibat pengambilalihan saham PT Sarana Bali Ventura pada 28 Agustus 2023. Rai Warsa meminta penjelasan lebih lanjut terkait hal ini, mengingat nilai yang tercatat masih berupa perhitungan sementara. Kemarin juga diungkap saham Pemprov Bali di Jamkrida Bali Mandara tercatat sebesar Rp 150 miliar atau sekitar 90,48% dari total modal disetor yang jumlahnya sebesar Rp 165,775 miliar. 

Sementara Fraksi Golkar yang diwakili oleh Agung Bagus Pratiksa Linggih alias Ajus mengatakan PT Jamkrida Bali Mandara, yang didirikan sebagai Perusahaan Penjaminan oleh Pemerintah Provinsi Bali, telah memberikan kontribusi signifikan dalam meningkatkan akses permodalan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Koperasi, serta Lembaga Perkreditan Desa (LPD).  “Fraksi Golkar mengapresiasi keberhasilan yang telah dicapai oleh PT Jamkrida Bali Mandara dalam mendukung pelaku usaha, serta berbagai penghargaan yang diraih di tingkat nasional, yang menunjukkan profesionalisme dan dedikasi perusahaan dalam meningkatkan layanan,” ujar Ketua Komisi II DPRD Bali yang membidangi perekonomian dan keuangan ini.

Sedangkan Ketua Fraksi Gerindra-PSI, Gede Harja Astawa menyatakan setuju atas perubahan status Jamkrida Bali Mandara. Namun, Fraksi Gerindra-PSI mengajukan dua syarat penting. Pertama, meminta Pemprov Bali memberikan informasi mengenai jumlah UMKM, BPR, Koperasi, dan LPD yang telah memanfaatkan fasilitas dari PT Jamkrida Bali Mandara. Kedua, laporan laba rugi PT Jamkrida Bali Mandara per 31 Desember 2023, tercatat modal yang disetor sebesar Rp 165,7 miliar rupiah dengan laba bersih komprehensif sebesar 4,8 miliar. Ini menunjukkan kontribusi keuntungan yang relatif kecil, hanya 2,89% dari modal yang disetor. “Dengan kondisi tersebut, Fraksi Gerindra-PSI berpendapat perlu menunda penambahan penyertaan modal untuk PT Jamkrida Bali Mandara sampai kondisi APBD Provinsi Bali lebih stabil,” tegas Harja Astawa. 

Sementara Fraksi Demokrat-NasDem melalui juru bicara Komang Wirawan, mengapresiasi keinginan Pj Gubernur Mahendra Jaya untuk melakukan perubahan status Jamkrida Bali Mandara. Namun, Fraksi Demokrat-NasDem mencatat beberapa kelalaian, termasuk ketidaksesuaian waktu pengajuan perubahan Perda. Mereka mempertanyakan perubahan status baru diusulkan setelah dua tahun proses berjalan.cr79
Read Entire Article